Mekanisme reaksi substitusi
nukleofilik pada alkil halida
Sejarah Penemuan Reaksi Substitusi Nukleofilik
Tahun 1896, Walden
melihat bahwa asam (-)-malat dapat dirubah menjadi asam (+)-malat melalui
tahapan reaksi kimia dengan pereaksi α-kiral. Penemuan ini yang mengaitkan
hubungan langsung putaran optik dengan kekiralan dan perubahannya melalui
alterasi kimia. Reaksi asam (-)-malat dengan PCl5 menghasilkan asam
(+)-klorosuksinat, Reaksi lebih lanjut dengan perak oksida dalam air
menghasilkan asam (+)-malat, Tahapan reaksi diawali dengan asam (+) malat
menghasilkan asam (-)-malat. berikut reaksi
inversi walden :
Signifikansi inversi
Walden
Reaksi alterasi terjadi pada pusat kiral dan reaksi melibatkan substitusi pada
pusat kiral. Jadi, substitusi nukleofilik dapat menginversi konfigurasi pada
pusat kiral, Adanya gugus karboksil pada asam malat menimbulkan perdebatan
mengenai sifat reaksi siklus Walden.
Reaksi Substitusi Nukleofilik
Reaksi substitusi merupakan reaksi yang melibatkan penggantian atom/gugus atom pada molekul
dengan atom/gugus atom lainnya. Reaksi substitusi umumnya terjadi pada senyawa
jenuh (tunggal) tanpa terjadi perubahan ikatan karakteristik (tetap jenuh)
A + B - C --> A - C + B
Pada kimia
organik maupun anorganik, merupakan suatu kelompok
dasar reaksi substitusi, dimana sebuah nukleofil yang
"kaya" elektron, secara selektif berikatan dengan atau menyerang
muatan positif dari sebuah gugus kimia atau atom yang
disebut gugus lepas (leaving group). Nukleofil sendiri sinonim dengan
basa Lewis, adalah suatu spesies netral atau anion yang mempunyai pasangan
elektron bebas yang berada dalam orbital molekuler berenergi tinggi. Reaksi
nukleofil dapat digolongkan menjadi reaksi nukleofi 1 (SN1), reaksi
nukleofil 2 (SN2).
Bentuk umum reaksi
ini adalah :
Nu + R-X → R-Nu + X
Dengan Nu menandakan nukleofil, menandakan
pasangan elektron, serta R-X menandakan substrat dengan gugus pergi X.
Pada reaksi tersebut, pasangan elektron dari nukleofil menyerang substrat
membentuk ikatan baru, sementara gugus pergi melepaskan diri bersama dengan
sepasang elektron. Produk utamanya adalah R-Nu. Nukleofil dapat
memiliki muatan listrik negatif ataupun netral, sedangkan substrat
biasanya netral atau bermuatan positif.
Contoh substitusi nukleofilik adalah hidrolisis alkil bromida, R-Br, pada kondisi basa, dimana nukleofilnya adalah OH− dan gugus perginya adalah Br-.
R-Br + OH− → R-OH + Br−
Reaksi substitusi nukleofilik sangat umum dijumpai pada kimia organik, dan
reaksi-reaksi ini dapat dikelompokkan sebagai reaksi yang terjadi pada
karbon alifatik, atau pada karbon aromatikatau karbon tak jenuh
lainnya
Mekanisme Substitusi
Nukleofilik
Pada dasarnya terdapat 2 mekanisme substitusi nukleofilik yaitu :
1. Reaksi nukleofil 2 (SN 2)
Nukleofil menyerang dari belakang
ikatan C-L. Pada satu keadaan
(keadaan peralihan) nukleofil dan gugus bebas keduanya berasosiasi dengan
karbon dimana substitusi terjadi. Pada saat gugus bebas membawa serta
elektronnya nukleofil memberikan pasangan elektron lain. Lambang 2 digunakan
untuk mekanisme kerja ini sebab reaksi ini adalah bimolekuler atau dua molekul, yaitu nukleofil dan substrat terlibat
dalam 2 tahap kunci (memang hanya satu-satunya tahap) dalam mekanisme reaksi.
Adapun cara mengetahui suatu nukleofil dan substrat bereaksi dengan
mekanisme SN2 yaitu :
1. Karena nukleofil dan substrat terlibat, kecepatan reaksi bergantung
pada konsentrasi kedua pereaksi tersebut. Reaksi ion hidroksida dengan etil
bromide adalah salah satu contoh reaksi SN2. Jika konsentrasi basa
(OH-) dilipat duakan, kita dapati bahwa reaksi berjalan dua kali
lebih cepat.Hasil yang sama diperoleh jika konsentrasi etil bromide di
lipatduakan. Akan kita lihat segera bahwa sifat kecepatan reaksi begini tidak
terdapat pada proses SN1.
2. Reaksi terjadi dengan pembalikan(inverse) konfigurasi. misalnya,
jika kita mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan
diperoleh (S)-2-butanol. ion hidroksida harus menyerang dari belakang ikatan
C-Br. Pada saat substitusi terjadi, ke tiga gugus yang melekat pada karbon sp3
membalik. Jika OH menempati kedudukan yang samadengan Br, tentu (R)-2-butanol
yang akan diperoleh.
jika substrat R-L
bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila R
merupakan gugus metil atau gugus primer, dan lambat jika R adalah gugus
tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan
reaktivitas jika kita menggambarkan mekanisme SN2. Di bagian
belakang karbon, tempat penggantian terjadi, keadaannya akan semakin berdesakan
apabila gugus alkil yang melekat pada karbon yang membawa gugus pergi semakin
banyak, sehingga reaksinya menjadi lambat.
2. Mekanisme SN1
Mekanisme SN1 adalah
proses dua tahap. pada tahap pertama, ikatan antara karbon dan gugus bebas
putus, atau substrat terurai. electron – electron ikatan terlepas bersama
dengan gugus bebas, dan terbentuklah ion karbonium. pada tahap kedua, yaitu
tahap cepat, ion karbonium bergabung dengan nukleofil membentuk hasil.
Pada mekanisme SN1
substitusi terjadi dua tahap. Lambang 1 digunakan sebab pada tahap lambat hanya
satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. tahap ini tidak
melibatkan nukleofil sama sekali. dikatakan, bahwa tahap pertama bersifat
unimolekuler.
Adapun cara mengetahui suatu nukleofil dan substrat bereaksi dengan
mekanisme SN2 yaitu :
1. Kecepatan reaksi tidak bergantung pada konsentrasi nukleofil.
Tahap penentu kecepatan adalah tahap pertama nukleofil tidak terlibat. Setelah
tahap ini terjadi, ion karbonium bereaksi dengan nukleofil.
2. Jika karbon yang membawa gugus bebas bersifat kiral, reaksi
mengakibatkan hilangnya aktivitas optic (yaitu, rasemisasi). Pada ion
karbonium, hanya ada tiga gugus yang melekat pada karbon positif. Karena itu,
karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan berbentuk datar.
3.
Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN1, reaksi berlangsung
cepat jika R merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah struktur
primer. Reaksi SN1 berlangsung melalui ion karbonium, sehingga
urutan kereaktifannya sama dengan urutan kemantapan ion karbonium. Reaksi
bergantung lebih cepat jika ion karbonium lebih mudah terbentuk.
Jadi, reaksi
substitusi nukleofilik terdiri dari dua jenis yaitu substitusi nukleofilik
bimolekuler (Sn-2) dan substitusi nukleofilik unimo-lekuler (Sn-1). Reaktan
yang lazim digunakan untuk reaksi substitusi nukleofilik adalah organo halida
karena ion halogen (X") adalah mempakan nukleofil yang sangat lemah (gugus
pergi) yang baik.
Reaksi SN1
Mekanisme SN1 dalah proses dua tahap
Pada tahap pertama, ikatan antarakarbon dengan gugus pergi putus
Gugus pergi terlepas dengan
membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion karbonium. Pada tahap kedua
(tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil membentuk produk
Pada mekanisme SN1,
substitusi terjadi dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan sebab pada tahap lambat
hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. Tahap ini sama
sekali tidak melibatkan nukleofil.
Berikut ini adalah ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1. Kecapatan
reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu kecepatan
reaksi adalah tahap pertama di mana nukleofil tidak terlibat.
2. Jika karbon
pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan hilangnya
aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada a gugus
yang terikat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai
hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua arah
penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini
masing-masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah rasemit. Misalnya,
reaksi (S)-3-bromo-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol
rasemik.
Spesies antaranya (intermediate
species) adalah ion karbonium dengan geometrik planar sehingga air mempunyai
peluang menyerang dari dua sisi (depan dan belakang) dengan peluang yang sama
menghasilkan adalah campuran rasemik X yang melalui mekanisme SN1 akan
berlangsung cepat-Reaksi substrat R
jika R merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah struktur primer.
Hal ini sesuai dengan urutan kestabilan ion Karbonium, 3o > 2o >>
1o.
Perbandingan Mekanisme SN1
Dan SN2
SN2
|
SN1
|
|
Stuktur Halida
Primer atau CH3
sekunder
tersier
|
Terjadi
Kadang – kadang
Tidak
|
Tidak
Kadang – kadang
Terjadi
|
Stereokimia
|
Pembalikan
|
Rasemisasi
|
Nukleofil
|
Kecepatan bergantung pada
konsentrasi nukleofil, mekanisme memilih nukleofil anion
|
Kecepatan tidak bergantung pada
konsentarsi nukleofil, mekanisme memilih nukleofil netral
|
Pelarut
|
Kecepatan sedikit dipengaruhi
kepolaran pelarut
|
Kecepatan sangat dipengaruhi
kepolaran pelarut
|
Berikut ini ada beberapa petunjuk yang digunakan untuk mengetahui apakah
suatu nukleofil adalah kuat atau lemah.
1. Ion nukleofil bersifat nukleofil. Anion adalah pemberi elektron yang lebih
baik daripada molekul netralnya. Jadi :
2. Unsur yang berada pada periode bawah dalam tabel periodik cenderung merupakan
nukleofil yang lebih kuat daripada unsur yang berada dalam periode di atasnya
yang segolongan. Jadi :
3. Pada periode yang sama, unsur
yang lebih elektronegatif cenderung merupakan nukleofil lebih lemah (karena ia
lebih kuat memegang elektron). Jadi :
Karena C dan N N: ,ºberada dalam periode
yang sama, tidak mengherankan jika pada ion -:C yang bereaksi adalah karbon,
karena sifat nukleofilnya lebih kuat.
Permasalahan :
1. bisakah anda mendeskripsikan apa itu nukleofil secara jelas dan detail dan berikan contoh nya ?
2. manakah yang lebih baik untuk dijadikan pelarut reaksi SN2,
pelarut protik polar atau pelarut aprotik polar ?
3. Pada reaksi SN1
terdapat istilah gugus pergi, sebernarnya apakah yang dimaksud dengan gugus
pergi itu dan mengapa pada
gugus pergi tergantung dari kuat atau lemahnya basa ?
Baiklah saya akan mecoba menjawab pertanyaan pertama yang mana pertanyaannya bisakah anda mendeskripsikan apa itu nukleofil secara jelas dan detail dan berikan contoh nya ?
BalasHapusmenurut saya nukleofil adalah spesies yang mampu menyerahkan pasangan elektron ke atom lain agar dapat membentuk ikatan kovalen atau spesies yang senyawa/molekul yang tertarik ke suatu pusat positif. contoh dari nukleofil adalah H+, H3O+, PhN2+ dan R3C+ dan juga beberapa molekul polar yang netral seperti H2O, CH3OH dan CH3NH2 dapat juga bertindak sebagai nukleofil.
Saya akan menjawab pertanyaa 2(kedua) yang pertanyaannya yaitu manakah yang lebih baik untuk dijadikan pelarut reaksi SN2, pelarut protik polar atau pelarut aprotik polar ?
BalasHapusyang lebih baik digunakan sebagai pelarut reaksi SN2 itu pelarut "aprotik polar". karena, pelarut aprotik menunjukkan molekul yang tidak mengandung ikatan O-H yang menyebabkan pelarut ini memiliki ikatan dipol yang besar, sehingga mempermudah pelarutan reasksi SN2. Contoh dari pelarut aprotik ini yaitu: Aseton (C3H6O) dan etil asetat (C4H8O2).
Assalamualaikum eka, baiklah saya akan menjawab pertanyaan 3 (ketiga).
BalasHapusapakah yang dimaksud dengan gugus pergi itu dan mengapa pada gugus pergi tergantung dari kuat atau lemahnya basa ?
Nah...
Gugus pergi adalah suatu basa yang lemah jika di bandingkan dengan nukleofil. Sedangkan nukleofil harus memiliki pasangan elektron bebas yg akan digunakan untuk berikatan dengan karbon menggantikan gugus pergi. Gugus pergi adalah substituen yang terlepas dari substrat, yang berarti atom atau gugus apa saja yang di geser dari ikatannya dengan atom karbon. Substrat ini bermuatan netral atau positif. Sedangkan nukleofil bermuatan netral atau negatif.Ion atau molekul yang merupakan basa yang sangat lemah. Seperti I-, Cr-, dan Br- merupakan gugus pergi yang baik. Karena mudah di lepaskan ikatannya dari atom C substrat. Sedangkan nukleofil yang baik adalah nukleofil yang bersifat basa kuat.
sekian jawaban dari saya, semoga dapat membantu...